Selasa, 23 Juni 2009
Asal-usul dan Sejarah Tahu
Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi: 劉安) yang merupakan seorang bangsawan, cucu Kaisar Han Gaozu, Liu Bang, yang mendirikan Dinasti Han. Liu An adalah ilmuwan dan filosof, penguasa dan ahli politik. Ia tertarik pada ilmu kimia dan Meditasi Tadiom. Para ahli sejarah berpendapat bahwa kemungklinan besar Liu An melakukan pengenalan makanan non daging melalui tahu. Kemungkinan besar Liu An memadatkan tahu dengan nigari atau air lant dan menjadi kental seperti tahu saat ini.
Beberapa Teori
Ada beberapa teori bagaimana tahu pada awalnya terbentuk: Teori pertama kemungkinan besar proses pengumpalan tahu terjadi secara kebetulan. Bila membuat sup dari puree kedelai biasanya harus diberi bumbu. Bila sup tersebut diberi garam kemungkinan besar mengandung nigari (garam alami). Dengan adanya garam biterrn (nigari) maka penggumpalan tahu segera terjadi, garam yang sengaja ditambahkan ternyata dapat menggumpalkan tahu. Para tukang masak kemudian mengambil ampas tahu, agar mendapat tahu yang lebih lembut dengan tekstur yang indah.
Tahap berikutnya adalah dengan pengepresan, membantu makan lebih tahan segar dalam waktu yang cukup lama.
Teori kedua mengusulkan bahwa karena tidak menernakkan sapi atau kambing untuk produksi susu, kemungkinan besar masyarakat Cina tidak familiar dengan cara menggumpalkan susu atau proses pengumpalan secara umum. Karena alasan tersebut, kemungkinan besar mereka belajar dari orang India di daerah Cina selatan atau dari Monggolia bagian Utara Cina. Kedua negara tersebut biasa membuat gumpalan susu dan keju. Teori teknologi import dari negara tetangga di anggap masuk akal karena Cina sangat mengemari delicacy yang beraroma ringan seperti "shark pin", sarang burung walet, dan teripang yang juga di import dari negara lain.
Kata tofu atau tahu muncul pertama kali dalam sejarah China sekitar 800 tahun kemudian.
Dikatakan bahwa Budhi Dharma, yang hidup di China dari tahun 500 sampai 528 telah mendirikan sekolah Chinesse Ch'an (Zen), dan dalam ajarannya telah melibatkan dengan tahu dalam Dharma Combat. Untuk memperdalam penyertaan mengenai cara-cara atau jalan Budha. Budi dharma kemudian mengagungkan dan merefleksikan tahu sebagai sumber dari sesuatu yang sederhana, sifat jujur, jalan alam pintas, dan mencerminkan warna sebagai jubah yang putih dan agung. Prasasti tertua yang menyebut tofu adalah Saiinoku, yang ditulis sewaktu Dynasti Sung (960 - 1127), lebih dari 1000 tahun setelah penemu tahu itu sendiri. Banyak buku kuno atau prasasti pada zaman itu menunjukan karya yang ditulis sekitar 60 sampai 100 BC, yang berisi ceritera Lord Liu An dan Tofu jaman itu.
Di buku-buku yang diterbitkan di jaman Dynasti Sung, terdapat deskripsi atau uraian yang menunjang bahwa tahu sering disajikan bagi santapan raja-raja di zaman itu. Tofu atau tahu menyebar ke Jepang pada abad ke delapan dan barangkali dibawa dari daratan China oleh beberapa pendeta Budha (Bhiksu) yang berkelana mondar-mandir antara Jepang dan China.
Masuknya tahu ke Jepang melalui jalur keluarga istana, para politisi dan ekonomi yang saat itu banyak berhubungan antara Cina dan Jepang. Para Bhiksu Budha sendiri makanan sehari-harinya adalah tofu. Di daerah sekitar candi Budha yang besar terdapat kedai-kedai tahu dan diorganisasi atau dikelola oleh para bhiksu Budha. Di Jepang khususnya di zaman Kamakura (1185 - 1333) terjadilah gerakan besar-besaran untuk memopulerkan tahu di antara penganut agama Budha bagi masyarakat Jepang. Dari Kamakura berkembang merambat ke Kyoto dan dari Kyoto menyebar ke seluruh negeri Jepang.
Karena masyarakat Jepang mengikuti kehidupan para pemeluk agama Budha, yaitu menghindarkan diri dari konsumsi daging "dari ternak yang berkaki empat", maka kehadiran tahu tentu saja di sambut dengan gembira sebagai sumber makanan kaya protein dan gizi yang murah dan lezat rasanya. Dari Jepang tahu berkembang dan maju sehingga timbullah inovasi baru dibidang produksi tahu termasuk di dalamnya: tahu beku kering (dried frozen tofu), age, grilled tofu dan nigari kinugoshi.
Bersamaan dengan menyebarnya tahu di Jepang, sifat dasar tahu setahap demi setahap mengalami perubahan. Di tangan para ahli seni masak dan keterampilan, tahu yang diproduksi semakin lebih lunak, lebih putih dan dengan citarasa yang lebih nyaman. Namun demikian tahu yang di produksi di kawasan pedesaan ternyata masih tetap mempertahankan tingkat kepadatan yang lama serta kaya citarasa seperti tahu dari daratan Tiongkok.
Ketika seorang Zen Master China, yang bernama Ingen, tiba di Jepang di tahun 1661, ia sangat terperanjat saat menemukan tofu yang tidak lagi seperti tahu yang terdapat di China saat ia meninggalkan China. Dalam memuja jenis makanan baru ia menyusun dan mengukir kalimat sederhana yang merupakan perubahan yang masih sangat terkenal hingga saat ini.
Mame de
Shikaku de
Yawazaka de
Setiap baris dalam perubahan tersebut memiliki arti ganda sehingga dapat dibaca sebagai berikut:
Dibuat dari kedelai atau berbuatlah sesuatu yang lurus
Empat segi, dipotong rapi atau jadilah orang baik dan jujur.
Lembut atau dan memiliki hati yang baik.
Sumber : kontekaja.com
Kamis, 29 Januari 2009
Proses Lahirnya Industri Tauco Cap Biruang
Industri Tauco Cap Biruang atau lebih dikenal dengan nama Tauco Mohammad Soleh merupakan industri perseorangan yang didirikan di Sentiong (daerah Cikaret, Cianjur) tahun 1960. Pada awalnya H. Mohammad Soleh merupakan seorang karyawan yang bekerja di industri milik orang lain yaitu Industri Tauco Cap Meong yang pada saat itu merupakan industri tauco nomor satu di Cianjur. Pimpinan Industri Tauco Cap Meong mendidik karyawannya untuk berusaha mendirikan industri sendiri (Sasmito, 1993: 10; Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Selama sepuluh tahun bekerja, H. Mohammad Soleh berhasil menyisihkan hasil upahnya dan memperoleh keahlian membuat tauco. Pada tahun 1960, H. Mohammad Soleh keluar dari Industri Tauco Cap Meong dan pada tahun yang sama dengan bermodalkan yang dia miliki selama sepuluh tahun serta dana yang ia peroleh selama bekerja selama sepuluh tahun, akhirnya berusaha mendirikan industri tauco dengan sumber daya awal pada saat itu hanya tiga orang. Industri tauco tersebut bernama Industri Tauco Cap Biruang. Pada tahun pertama berproduksi, skala usaha industri tauco ini masih relatif kecil, yakni perjari maksimal 500 botol bervolume 240 ml (Sasmito, 1993: 12-13; Madianty, 2006: 11).
Dengan bertambahnya usia dan tetap berkeinginan untuk memajukan kehidupan keluarganya, maka pada tahun 1964 H. Mohammad Soleh mempercayakan dan mengalihkan kepemimpinan Industri Tauco Cap Biruang kepada H.E. Rosadi. Dan pada tahun 1966 lokasi Industri tauco cap Biruang pindah ke Jalan Slamet Riyadi No. 28 Kelurahan Pamoyanan Cianjur (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Perkembangan Industri Tauco Cap Biruang (1980-1997)
Sejak tahun 1960 hingga 1966 Industri tauco Cap Biruang masih menggunakan alat-alat produksi tradisional. Namun pada tahun 1977, Industri tauco cap Biruang telah menggunakan alat-alat produksi yang cukup modern. Kegiatan produksi pada Indsutri tauco Cap Biruang tergantung dari pengadaan bahan
Kedelai yang digunakan dalam pembuatan tauco harus kedelai yang varietasnya sama untuk setiap produksi, hal ini akan berkaitan dengan standar mutu tauco. Selain kedelai, dalam proses pembuatan tauco dibutuhkan juga bahan penunjang, diantaranya gula aren (gula merah), garam, tepung beras ketan, air dan kayu bakar (Sasmito, 1993: 15-17; Madianty, 2006: 18-21).
Jumlah pemasok bahan
Tabel 3.1
Jenis Bahan Baku, Bahan Penolong dan Asal Pemasok tahun 1980-1997
Nomor | Jenis Bahan Baku dan Penolong | Asal Pemasok |
1 | Kacang Kedelai | Cianjur, Import dari Amerika |
2 | Gula Aren | Cianjur |
3 | Garam | Cianjur |
4 | Tepung Beras Ketan | Cianjur |
5 | Kayu Bakar | Jebrod, Cianjur |
6 | Anti Basi | Cianjur |
7 | Air | Pribadi |
8 | Gula Pasir | Cianjur |
9 | Plastik | Cianjur |
10 | Botol dan tutup botol | Cianjur |
Sumber: Industri Tauco Cap Biruang
Proses pembuatan tauco melalui dua tahapan yaitu fermentasi kapang dan garam. Secara tradisional, kedua tahapan fermentasi tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba yang berperan selama fermentasi. Tahapan selanjutnya yang dilakukan dalam pembuatan tauco meliputi: perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan larutan, fermentasi kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam. Setelah itu, tauco dimasak dengan menambah gula dan bumbu lainnya. Setelah matang, tauco dikemas hingga siap dipasarkan (Santoso, 1994: 2-6).
Suatu industri akan menunjukkan kinerja yang optimal, maka perlu adanya struktur organisasi[1] Hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien (Irawan, 1988: 32). Struktur organisasi menggambarkan hierarki dan pembagian kerja (job description). Sejak tahun 1960-1979 industri tauco Cap Biruang belum menggunakan struktur organisasi karena jumlah pekerja yang masih minim. Namun pada tahun 1980, industri tauco cap Biruang telah menggunakan struktur organisasi karena jumlah pekerja yang lumayan banyak (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008). Industri tauco cap Biruang menggunakan struktur organisasi cukup sederhana, karena masih bersifat industri keluarga/industri rumah tangga maka pemilik industri merangkap sebagai pimpinan industri dan penanggungjawab produksi secara keseluruhan. Sedangkan karyawan yang lain menjalankan fungsinya yang bersifat fleksibel artinya tenaga kerja/karyawan dalam satu divisi dapat membantu karyawan di divisi lain jika dihadapkan pada suatu pekerjaan (Madianty, 2006: 9-10).
Bentuk struktur organisasinya berbentuk dimana perintah berjalan langsung dari atasa ke bawahan. Masing-masing dihubungkan dengan satu garis perintah. Staf yang menjalankan aktivitas industri meliputi beberapa bagian diantaranya: bagian administrasi dan keuangan, bagian produksi dan pengadaan bahan
Adapun pembagian tugas (job description) yang terdapat pada Industri Tauco Cap Biruang adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan Perusahaan
Pimpinan perusahaan bertugas memimpin, mengatur, dan mengkoordinasikan semua kegiatan di perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pimpinan perusahaan juga bertugas menetapkan fungsi bagian dalam organisasi, menetapkan kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang dan mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan produksi agar perusahaan dapat berjalan lancar.
2. Bagian Administrasi dan Keuangan
Bagian administrasi dan keuangan bertugas membuat laporan keuangan yang masuk dan keluar, memegang penuh atas keuangan, serta mencatat laporan dari staf sebagai bahan laporan kepada pimpinan perusahaan.
3. Bagian Produksi dan Pengadaan Bahan Baku
Bagian ini bertugas dan bertanggungjawab atas kelancaran produksi
4. Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertugas dan bertanggungjawab terhadap kegiatan pemasaran produk (Irawan, 1988: 35-41; Madianty, 2006: 11; Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Kemajuan suatu perusahaan/industri tidak lepas dari peran tenaga kerja Tenaga kerja menurut Artoyo, (1986: 38-41) terbagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Tenaga Kerja Kasar
Tenaga kerja yang tidak didasari dengan pendidikan/keahlian. Tenaga kerja ini biasa dikenal dengan tenaga kerja serabutan, artinya tenaga kerja yang dapat melakukan pekerjaan dengan mudah serta tidak memerlukan persyaratan khusus dalam pekerjaannya.
2. Tenaga Kerja Berpendidikan
Tenaga kerja yang didasari dengan pendidikan/keahlian. Tenaga kerja ini biasa dikenal tenaga kerja professional, artinya tenaga kerja dapat bekerja sesuai dengan keahliannya serta terdapat persyaratan khusus dalam pekerjaan yang digelutinya.
3. Tenaga Kerja Berpengalaman
Tenaga kerja yang berdasarkan pengalaman. Pengalaman disini adalah pengalaman yang pernah dilakukan berdasarkan instruksi, pikiran-pikiran, pengamatan, pengamatan dan evaluasi tentang pekerjaan yang pernah dilakukannya. Bagi tenaga kerja ini, pengalaman merupakan investasi tak ternilai harganya dalam melakukan pekerjaaan
Dalam merekrut tenaga kerja, industri Tauco Cap Biruang tidak memiliki kualifikasi khusus dalam menerima tenaga kerja, yang terpenting calon karyawan tersebut memiliki keahlian serta mampu untyuk mengerjakan seluruh kegiatan operasional, mau bekerja keras, dan memiliki tanggung jawab. Setiap karyawan memiliki tugas dan wewenang masing-masing, walaupun mempunyai tugas masing-masing pada industri ini bisa saling membantu antara bagian satu dengan bagian lainnya.
Hari kerja pada industri ini yaitu setiap hari dari hari Senin sampai hari Minggu, terkecuali jika setelah gajian ada beberapa karyawan yang dibolehkan cuti dengan alasan yang dapat diterima oleh pimpinan industri Tauco Cap Biruang. Waktu kerja industri ini dari pukul 08.00 sampai 17.00, dengan waktu istirahat selama satu jam dari pukul 12.00 sampai 13.00. Waktu istirahat ini dipergunakan karyawan untuk beribadah dan makan. Sedangkan hari Jum’at karyawan bekerja setengah hari tergantung banyak atau tidaknya stok yang ada (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Jumlah karyawan industri Tauco Cap Biruang pada tahun 1980 mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1980, industri Tauco Cap Biruang mengalami lonjakan permintaan terutama pada saat hari-hari besar, seperti bulan puasa, Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari besar lainnya. Pada saat itu juga, Tauco Cap Biruang merupakan salah satu produk tauco yang sangat terkenal dari Cianjur selain tauco Cap Meong dan Djajuli Putra (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008). Saking banyaknya permintaan, industri Tauco Cap Biruang terpaksa mendatangkan karyawan baru untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan tersebut. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan jumlah karyawan adalah luasnya pemasaran dari produk tauco cap Biruang yang meliputi Cianjur, Bogor, Jakarta, dan Bandung. Adapun jumlah karyawan yang bekerja di industri Tauco Cap Biruang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Karyawan Industri Tauco Cap Biruang tahun 1960-1997
No | Tahun | Jumlah Karyawan |
1 | 1960 | 3 Orang |
2 | 1965 | 5 Orang |
3 | 1975 | 8 Orang |
4 | 1980 | 25 Orang |
5 | 1997 | 5 Orang |
Sumber: (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008; perkiraan penulis)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah karyawan industri Tauco Cap Biruang mengalami peningkatan dari tiap tahun, namun pada 1997 mengalami penurunan sebagai dampak krisis moneter yang menerpa bangsa Indonesia.
Penentuan upah suatu industri didasarkan oleh berbagai faktor, beberapa di antaranya yaitu besarnya tanggung jawab, resiko kerja, sifat pekerjaan, dan kemajuan industri. Mengenai kategorisasi upah menurut Singgih, (1994: 132) terbagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Upah Menurut Waktu
Besarnya upah ditentukan berdasarkan waktu yaitu upah per jam, per minggu, dan per bulan. Jika upah dilaksanakan murni, maka tidak ada perbedaan pegawai yang rajin maupun tidak. Sistem upah ini dapat dilaksanakan dengan mudah dan perhitungan tidak begitu menyulitkan.
2. Sistem Upah Menurut Ketentuan Hasil
Jumlah upah yang diterima pegawai tergantung berapa banyak masing-masing karyawan menghasilkan atau melaksanakan suatu pekerjaan
3. Sistem Upah Premi
Dalam sistem upah ini disediakan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang sangat baik.
Penentuan upah pada industri Tauco Cap Biruang disesuaikan pada masa kerja dan keahlian yang dimiliki tanpa melihat tingkat pendidikan. Pembayaran upah karyawan dilakukan bulanan, selain upah yang diberikan juga mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pada semua karyawan saat Lebaran. Besarnya THR tergantung pada banyaknya produk yang terjual.
Pada tahun pertama berproduksi, skala usaha industri Tauco Cap Biruang masih relatif kecil, yakni mampu perhari mampu menghasilkan 500 botol tauco dengan volume 240 ml. Jenis tauco yang diproduksi pada masa itu adalah jenis tauco cair yang berbentuk pasta dan dikemas dalam botol. Tauco cair pada masa itu sangat digemari oleh masyarakat Cianjur, karena harganya murah dan memiliki rasa yang khas. Tauco Cap Biruang memiliki karakter tersendiri dibandingkan produk tauco lainnya. Sebagian besar produk tauco yang ada memiliki rasa asin, namun tauco Cap Biruang memiliki keunikan tersendiri dengan memiliki dua rasa yaitu rasa manis dan asin. Hal ini dilakukan untuk menjangkau konsumen yang tidak menyukai rasa asin dan manis (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Relatif kecil kapasitas produksi tahun 1961, dikarenakan Industri Tauco Cap Biruang masih baru berdiri sehingga belum bisa memproduksi tauco lebih banyak dan kebijakan sneering yang dikeluarkan pemerintah guna menyelamatkan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang mendera saat itu. Dampak dari kebijakan ini mengakibatkan kegiatan perekonomian mengalami penurunan dan laju inflasi sangat tinggi hingga mencapai 650%. Keadaan ini mengakibatkan industri tauco di Cianjur mengalami gulung tikar dan hanya Industri Tauco Cap Meong yang mampu bertahan. Agar tidak gulung tikar, Industri Tauco Cap Biruang melakukan efisiensi kapasitas produksi sebagai strategi untuk bertahan dari dampak sneering dan mengamankan keuangan agar tetap stabil (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Memasuki tahun 1970, situasi perekonomian Indonesia mulai stabil seiring kebijakan baru pemerintah dalam bidang pembangunan ekonomi yang tertuang dalam PJP[2] dan Repelita[3]. Kebijakan ini membawa angina segar bagi industri tauco di Cianjur. Hal ini ditandai dengan berdirinya industri tauco seperti Industri Cap Harimau, Macan Tutul dan Djajuli Putra. Dari sekian banyak industri yang ada, Industri Tauco Djajuli Putra yang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008). Bermunculnya industri-industri tersebut secara tidak langsung menimbulkan persaingan untuk memproduksi tauco dengan kualitas baik agar dapat diminati konsumen. Untuk menghadapi persaingan tersebut, Industri Tauco Cap Biruang mulai menggenjot kapasitas produksi dan mengeluarkan produk baru yaitu tauco cair dengan kemasan 350 ml, dan 475 ml dengan harga terjangkau serta kualitas terjamin (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Kapasitas produksi industri Tauco Cap Biruang mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 1980. Di mana pada masa itu, Industri tauco Cap Biruang mampu memproduksi sampai 5000 botol tauco perhari. Peningkatan kapasitas ini disebabkan tingginya minat dan permintaan pasar terhadap produk tauco Cap Biruang. Saking banyaknya permintaan, Industri Tauco Cap Biruang melemburkan karyawannya untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan tersebut. Tingginya kapasitas produksi yang dialami oleh Industri Tauco Cap Biruang pada tahun 1980 merupakan rekor tersendiri sepanjang industri ini berdiri. Kapasitas produksi Industri Tauco Cap Biruang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Produksi Industri Tauco Cap Biruang Tahun 1961-1997
No. | Tahun | Jumlah Produksi Perhari | Jumlah Produksi Pertahun |
1 | 1961 | 500 botol | 6.000 botol |
2 | 1965 | 425 botol | 5.100 botol |
3 | 1970 | 1.525 botol | 18.300 botol |
4 | 1975 | 2.775 botol | 33.300 botol |
5 | 1980 | 5.000 botol | 60.000 botol |
6 | 1997 | 625 botol | 7.500 botol |
Sumber: Industri Tauco Cap Biruang
Dari data di atas dapat dilihat bahwa tahun 1961-1965 kapasitas produksi mengalami penurunan dikarenakan pada masa itu dikeluarkan kebijakan sneering yang mengakibatkan kegiatan perekonomian mengalami penurunan dan laju inflasi yang sangat tinggi hingga mencapai 650%. Peningkatan produksi tauco Cap Biruang mulai nampak pada tahun 1970-1980, karena pada waktu itu situasi perekonomian Indonesia mulai stabil dan tingginya minat serta permintaan masyarakat Cianjur terhadap produk tauco Cap Biruang. Penurunan produksi Industri Tauco Cap Biruang terlihat pada tahun 1997 dimana Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan perekonomian dan sebagai strategi Industri Tauco Cap Biruang untuk bertahan dari dampak krisis moneter.
Dalam hal pemasaran, sejak tahun 1964 hingga 1970 Industri Tauco Cap Biruang memasukan produknya pada industri milik orang lain untuk dipasarkan. Namun tahun 1971 Industri Tauco Cap Biruang melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap industri milik orang lain dan pemasaran dilakukan sendiri melalui keluarga serta distributor yang tersebar di wilayah Cianjur dan sekitarnya. Sistem pemasaran produk dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Sistem pemasaran langsung yaitu dengan cara konsumen dapat membeli produk tauco dengan datang langsung ke pabriknya. Sedangkan sistem tidak langsung yaitu penitipan produk dengan sistem konsinyasi ke pasar tradisional, warung-warung kelontongan, dan toko-toko manisan yang tersebar di Cianjur. Tauco yang dihasilkan pada umumnya langsung dikirim dan dipasarkan tanpa terlalu lama di dalam gudang (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Pemasaran produk tauco Cap Biruang mengalami lonjakan yang cukup pesat pada tahun 1980. Pada waktu jangkauan pemasaran produk tauco Cap Biruang telah menjangkau daerah-daerah luar Cianjur meliputi: Jakarta, Bogor, Bandung, Sukabumi, dan kota-kota lainnya di Jawa Barat. Luasnya jangkauan pemasaran produk tidak terlepas strategi pemasaran yang diterapkan oleh Industri Tauco Cap Biruang. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh industri ini menyangkut produk, harga, dan promosi.
Pengawasan mutu produk dan kemasan menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi industri Tauco Cap Biruang. Produk yang siap dipasarkan harus benar-benar mempunyai kualitas yang diinginkan oleh konsumen sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Pengawasan mutu produk dapat dilakukan dengan menguji mutu produk secara organoleptik yaitu melakukan uji mutu terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur dari tauco. Pada umumnya produk ini mempunyai masa kadaluarsa tiga sampai lima bulan (Sasmito, 1993: 21-24).
Harga yang ditetapkan oleh Industri Tauco Cap Biruang lebih murah jika dibandingkan dengan produk sejenis yang lebih terkenal, namun perbedaannya hanya terletak pada rasa. Sebagian produk yang ada hanya memiliki satu rasa, sedangkan tauco Cap Biruang memiliki dua rasa yaitu rasa asin dan manis. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau, sehingga konsumen dari berbagai kalangan apa pun dapat membeli produk tauco Cap Biruang tanpa harga yang cukup tinggi.
Kegiatan promosi yang dilakukan Industri Tauco Cap Biruang, yaitu mengikuti kegiatan-kegiatan pameran agroindustri yang diselenggarakan pemerintah, pemberian sampel, booklet, yang mencirikan produk tauco Cap Biruang kepada konsumen. Kegiatan ini dilakukan agar konsumen dapat mengenal produk tauco Cap Biruang dan memberi peluang bagi industri Tauco Cap Biruang untuk mendapatkan pelanggan tetap. Strategi pemasaran yang diterapkan Industri Tauco Cap Biruang ini, terbilang sukses hingga membuat produk tauco Cap Biruang menjadi produk tauco yang sangat terkenal dari Cianjur selain tauco Cap Meong dan Djajuli Putra.
Keberhasilan yang diraih oleh Industri Tauco Cap Biruang tidak terlepas dari dukungan Pemkab Cianjur dalam memajukan industri tauco sebagai mata pencaharian masyarakat Cianjur dan makanan khas Cianjur. Dukungan diwujudkan dengan pemberian bantuan modal kepada perajin/pengusaha tauco, penyediaan kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tauco dan mengikutsertakan para perajin/pengusaha tauco dalam kegiatan pameran agro industri baik skala daerah maupun skala nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan tauco sebagai makanan khas Cianjur dan mendatangkan minat investor untuk menanamkan investasinya dalam sektor agro industri khususnya industri tauco. Selain itu, dukungan lain yang diberikan dengan mempromosikan Cianjur sebagai daerah tujuan wisata, termasuk memperkenalkan tauco sebagai makanan khas Cianjur. Usaha yang dilakukan Pemkab Cianjur ini cukup berhasil, hal ini ditandai dengan banyaknya industri tauco yang berdiri hingga Cianju mendapat julukan sebagai kota tauco (Humas Pemkab Cianjur, 1996:16; Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2002:17).
Memasuki tahun 1980 hingga 1989, produk tauco Cap Biruang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Produk tauco Cap Biaruang menjadi produk yang sangat digemari oleh masyarakat Cianjur dan pengunjung yang bertandang ke Cianjur. Tidak hanya digemari, produk tauco Cap Boruang banyak dijajakan pada tiap toko manisan dan pedagang yang tersebar di Cianjur. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan sangat terjangkau, sehingga seluruh kalangan masyarakat baik kalangan menengah ke atas maupun menengah ke bawah dapat membeli tauco Cap Biruang dengan harga murah dengan kualitas terbaik (Sasmito, 1993: 36; Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Bahkan saking banyaknya permintaan, pihak Industri Tauco Cap Biruang melemburkan karyawannya untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, ada beberapa pengunjung dari Sumatera Selatan sengaja bertandang langsung ke pabrik tauco Cap Biruang untuk mengetahui langsung proses pembuatan tauco termasuk didalamnya mengetahui resep bumbu yang digunakan dalam pembuatan tauco. Untuk itu, Industri Tauco Cap Biruang sangat terbuka bagi pengunjung yang ingin mengetahui langsung proses pembuatan tauco termasuk didalamnya mengetahui resep bumbu yang digunakan dalam pembuatan tauco. Langkah ini ditempuh Industri Tauco Cap Biruang untuk memperkenalkan produk tauco Cap Biruang dan memperluas jaringan pemasaran produk tauco Cap Biruang (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008; Wawancara dengan Wawan, 05 Januari 2009).
Pada awal tahun 1990 hingga 1995, aktivitas perdagangan tauco lambat laun mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Tauco tidak lagi menjadi komoditas yang digemari konsumen seperti dulu. Hal ini dikarenakan makin bertambahnya jenis penganan/oleh-oleh Cianjur yang lambat laun menggeser kedudukan tauco sebagai penganan/oleh-oleh Cianjur. Keadaan ini di perparah dengan terjadinya krisis moneter yang menerpa bangsa Indonesia pada tahun 1997, yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan banyaknya industri tauco yang gulung tikar.
Keadaan ini membawa pengaruh bagi Industri Tauco Cap seperti menurunnya kapasitas produksi, dan banyaknya karyawan yang di PHK. Langkah ini ditempuh Industri Tauco Cap Biruang untuk bertahan dari dampak krisis moneter dan mengamankan keuangan agar tetap stabil (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008). Sebagian besar karyawan yang telah di PHK mendirikan industri tauco sendiri untuk menyambung hidup dan mempraktekan keahlian yang telah didapat selama bekerja pada Industri Tauco Cap Biruang (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008; Sasmito, 1993: 37).
[1] Struktur Organisasi merupakan susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan (Irawan, 1988: 32).
[2] PJP merupakan singkatan Pembangunan Jangka Panjang. PJP merupakan salah kebijakan utama yang dikeluarkan Orde Baru dalam rangka perencanaan pembangunan di berbagai bidang. PJP ini mempunyai masa perencanaan antara 10-25 tahun ke depan
[3] Repelita merupakan singkatan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun. Repelita merupakan paket kebijakan orde baru dalam rangka pembangunan di berbagai bidang. Repelita ini mempunyai masa perencanaan 5 tahun atau setara dengan 1 kali periode kepemimpinan presiden Republik Indonesia
Sabtu, 17 Januari 2009
SEJARAH GRUP BAND JIKUSTIK
Jikustik adalah nama grup musik yang terbentuk di
Jikustik, sebelum populer menggunakan nama G-Coustic. Mereka tampil di kafe-kafe, begitu pun saat rillis album independent, masih menggunakan huruf 'G' berasal dari nama Geronimo, sebuah radio di Jogja, yang menjadi cikal bakal Jikustik. Sedangkan Coustic berasal dari kata acoustic.
Dua personal, masing-masing Icha dan Adhit pernah membentuk grup band bersama Eross 'Sheila on 7', sebelum bergabung dengan Jikustik. Grup bernama Dizzy juga kerap manggung di acara sekolah dan kampus dengan banyak membawakan lagu rock n roll dengan Icha sebagai vokalisnya.
Karena kegigihan Jikustik pernah mengeluarkan album independent, berjudul Bulan Di Djogja. Berisi lagu-lagu, Bulan di Pangkuan, Bersanding Denganmu, Rie..., Menunggumu Pulang, Seribu Tahun Lamanya, Separuh Hati, Didera Hujan dan Adinda.
Kini selain sebagai personel Jikustik, baik Pongki maupun Icha, banyak menciptakan lagu untuk para penyanyi, baik penyanyi senior maupun pendatang baru. Di antara mereka termasuk Audy, Iwan Fals, Chrisye, Siti Nurhaliza dan Rossa. Begitu pun Icha yang menciptakan lagunya untuk penyanyi senior
Sabtu, 10 Januari 2009
Ayam Pelung Cianjur
Menurut cerita tahun 1850 di Desa Bunikasih Kecamatan Warungkondang Cianjur ada Kiayi dan Petani bernama H. Djarkasih atau Mama Acih menemukan anak ayam jantan di kebunnya. Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa. Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Sumber: www.pemkabcianjur.com
Hymne & Mars Kabupaten Cianjur
Lambang & Moto Kabupaten Cianjur
Perisai, melambangkan ketangguhan fisik dan mental.
Warna dasar kuning emas, melambangkan kehidupan yang abadi.
Gunung berwarna hijau, melambangkan kesuburan.
Hamparan warna biru, menunjukkan air yang melambangkan kesetiaan dan ketaatan.
Dua tangkai padi bersilang berwarna, masing - masing berbutir 17 melambangkan ketentraman dan dinamika kehidupan masyarakat yang dijiwai semangat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Simpul pita berwarna kuning emas, melambangkan sifat persatuan dan kesatuan.
Motto Sugih Mukti, melambangkan kesejahteraan
Sumber: www.pemkabcianjur.com
Sejarah Cibodas
Lokasi tersebut pada mulanya merupakan bagian dari Kebun Raya Bogor sebagai areal aklimatisasi (penyesuaian iklim) untuk jenis-jenis tanaman yang didatangkan dari luar negeri yang tidak dapat tumbuh baik di Bogor. Kemudian areal aklimatisasi tersebut dikembangkan menjadi Kebun Botani yang diberi nama Bergtuin te Tjibodas atau Kebun Pegunungan Cibodas
Sesuai dengan surat keputusan Ketua LIPI pada tanggal 17 Januari 1987 Nomor 25/KRP/D.5/87, kebun tersebut akhirnya diberi nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Memasuki Milenium tahun 2000, cabang Balai Kebun Raya Cibodas menyelenggarakan peringatan hari jadinya yang ke-148, peringatan hari jadi ini dilakukan untuk yang pertama kalinya karena sebelumnya tidak diketahui secara pasti hari berdirinya kebun raya tersebut. Untuk mendapatkan kepastian siapa pendirinya, tanggal, bulan dan tahun berdirinya, maka Dr. Dedy Darnedi Kepala UPT Balai Konservasi tumbuhan kebut raya –LIPI pada tanggal 13 Maret 1999 telah membentuk tim penelusuran sejarah kebun raya cibodas dan purwodadi melalui surat keputusan Nomor 457/II.1.06/KS/99. Tim tersebut diketuai oleh Dr. Soetomo Soerohaldoko, sekretaris Dr. B. Paul Naiola yang beranggotakan Dr. Rusjdi E. Nasution, Sarkat Danimiharja, M.Sc, Drs. R. Subekti Purwantoro dan Sudjati Budi Susetyo, B.Sc, Ny Kinarti Aprilani Soegiarto, B.Sc, ditunjuk sebagai nara sumber utama tim tersebut kemudian didukung oleh tim penunjang dari Kebun Raya Cibodas sesuai Surat Keputusan Cabang Balai Kebun Raya Cibodas tanggal 26 November 1998 Nomor 761/II.1.06.01/IF/1998.
Penelusuran sejarah dilakukan melalui kajian pustaka dari Perpustakaan Kebun Raya Cibodas, Perpustakaan Kebun Raya Bogor, Perpustakaan Nasional dan Arsip Nasional. Disamping itu informasi dikumpulkan pula dari Pusat Penelitian Kina dan The di Gambung dan Cinyiuran, Rijksherbarium Leiden serta para mantan pimpinan Kebun Raya Cibodas. Tanggal 11 April 1852 disimpulkan sebagai hari berdirinya Kebun Raya Cibodas. Karena pada tanggal tersebut bibit kina dari negeri Belanda yang akan ditanam di Pasir Tjibodas (Kebun Raya Cibodas) tiba di Kebun Raya Bogor.
Penanaman kina di Cobodas tersebut mempunyai nilai menumental yang hakiki. Cibodas telah mencatat sejarah perkinaan di Indonesia. Kina yang ditanam pada tahun 1852 di Cibodas, disusul penanaman kedua pada tahun 1854 oleh Justus Karl Hassakari merupakan cikal balal perkebunan kina di Indonesia.
Banyak artikel tentan Kebun Raya Cibodas yang telah mengangkat kekayaan keanekaragaman hayati, juga keindahan panorama alamnya yang mempesona dengan sentuhan landskap karya Teysmann yang masih dapat disaksikan hingga sekarang. Dr. F.W Went ahli fisikologi tumbuhan, penemu auksin sebagai hormone pada tumbuhan (mantan Kepala Laboratorium Treub) dalam tulisannya tahun 1945 yang berjudul “a Naturalist’s Paradise” seri The Tjibodas Biological Station and Forest Reserve, mengungkapkan secara puitis kesannya tentang Cibodas If Paradise Still exists on earth, Tjibodas must have been part of it (seandainya ada surga dimuka bumi ini, maka Cibodas pastilah bagian daripadanya).
Tulisan ini diterbitkan pertama kali berkenaan dengan peringatan ulang tahun ke-148 Kebun Raya Cibodas dan menyambut 183 tahun Kebun Raya Bogor yang didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 oleh Dr. C.G.C Reinwardt.
Sumber : Buku Sejarah Kebun Raya Cibodas - LIPI
Sejarah Sepakbola
Sumber: Ahmad Fuad Afdhal
Kamis, 08 Januari 2009
Sejarah Grup Band Pure Saturday
Pure Saturday... Band berbakat asal
Dari keisengan itu pula mereka mencoba membuat lagu dan ternyata satu sama lain menemukan kecocokan. Yah... iseng-iseng berhadiah lah... Lalu dibuatlah kesepakatan untuk ngeband secara serius dan mulai mencari kegiatan musik yang diselenggarakan di
Akhirnya terpilihlah nama "Pure Saturday" yang tercetus secara spontan. Nama ini diambil karena hari Sabtu merupakan hari latihan, sejak pagi hingga menjelang subuh. Jadi maksudnya hari Sabtu itu benar-benar merupakan hari kerja buat mereka. Disamping itu, untuk mengisi kekosongan waktu anak-anak PS yang saat itu masih pada jomblo, maka dari pada bengong berhayal yang tidak-tidak mendingan ngeband. Begitulah motto hidup mereka.
Tahun yang sama Pure Saturday berhasil menjuarai festival musik unplugged se-Jawa dan DKI dengan lagu yang mereka ciptakan sendiri Enough. Di festival ini PS mendapat Juara Pertama kategori Umum. Wah... keren... Sejak saat itu PS jadi semakin sering bikin lagu. Karena kemenangan tersebut, Pure Saturday semakin terkenal dan dikenal terutama oleh para barudak musik
Ketenaran PS ini membuat Ambari (ini nama orang lho!) berminat membuatkan PS album lewat jalur indie label. Pada saat itu manajer Pure Saturday adalah adiknya Yuki yang tidak lain dan tidak bukan adalah vokalis PAS. Nah... PAS ini mempunyai seorang manajer yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ambari. Antara manajer PS dan PAS ternyata terjalin hubungan yang baik... yah... sedikit nepotisme gpp lah... Kesepakatan pun dibuat sambil mencari orang yang mau memodali biaya produksi. Akhirnya ada juga seorang teman yang baik yang mau membiayai.
Percaya diri mulai tumbuh dan berkembang dan bersemi pada tubuh PS dan mulai membuat komposisi-komposisi musik yang akhirnya cukup kuat untuk sebuah album perdana. Akhirnya Pure Saturday mencoba hadir di blantika musik
Album perdana PS ini digarap secara independen dan dipasarkan secara mail order lewat sebuah majalah remaja di
Album yang berisi delapan lagu ini ternyata mendapat sambutan yang bagus, karena dinilai lagu-lagu PS masih fresh, dan tidak mengikuti trend musik saat itu. PS datang dengan warna yang lain, maksudnya diantara musik-musik keras yang saat itu sedang naik, PS malah menyuguhkan musik yang slow tapi gahar. Mungkin seperti slogan acara Resurrection... "Awake against mainstream and proud of it". Yah begitulah kira-kira. Boleh dibilang album mereka laku keras. Saat masih diedarkan sendiri 700 kopi yang terjual. Sedangkan melalui distribusi Ceepee Production terjual sebanyak 2000 kopi. PS sangat mensyukuri anugerah ini meskipun banyak yang menilai musik mereka sangat berbeda. ''Berarti kita sudah diakui dan keinginan kita agar berbeda dari yang lain terwujud,'' seru Ade.
Kegiatan bermusik membuat urusan akademis (sekolah) mereka terbengkalai. Akhirnya, mereka mencoba untuk membenahi urusan akademis terlebih dahulu. Hal itu malah membuat mereka tidak bisa berkumpul dan membuat lagu. Di kondisi waktu yang terbatas mereka mencoba lagi untuk membuat komposisi-komposisi yang akhirnya selesai, kemudian masuk studio rekaman dan selesai awal 1999. Untuk album kedua mereka dikontrak oleh PT. Aquarius Musikindo. Album kedua ini diberi judul "Utopia".
Menapaki jalur indie bagi mereka merupakan satu strategi, selain agar dikenal publik lebih luas juga agar mereka tidak dipermainkan produser jika menempuh jalur major label. ''Kalau kita sudah mengeluarkan album indie, produser tidak bisa seenaknya lagi menyuruh kita ganti warna musik, karena sebelumnya kita sudah punya fans sendiri,'' papar Udhie.
Pure Saturday sempat vakum sebelum pada akhirnya Suar mengundurkan diri pada tahun 2004. Posisi Suar kemudian digantikan oleh sang manajer, iyo. Pada Maret 2005, PS kembali hadir dengan album ketiganya yang berjudul "ELORA". Kehadiran PS kali ini dengan formasi barunya dan dengan membawa label baru, Fast Forward Records.
(dari berbagai sumber)
Katon Bagaskara Lahir di Magelang, 14 Juni 1966, sebagai Vokalis dalam grup Sebelum ia memulai kariernya, Katon adalah seorang pramugara pada Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia. Disamping menyanyi dengan Kla Project Katon juga membuat albumnya sendiri. Katon telah membuahkan 3 (tiga) buah album. Selain itu ia juga sempat memproduksi 3 buah Album Trilogi Nugie yang juga kebetulan adik kandungnya.
Adi Adrian Lahir di Medan, 22 Oktober 1965, memainkan Keyboard dalam. Kla Project Sempat kuliah di UI Jurusan Hukum lalu berganti di Universitas Trisakti Jurusan Desain Grafis. Ia memiliki Rumah Produksi 'Warna Musik' yang telah sukses menelurkan artis-artis baru seperti Andre Hehannusa, Memes, Rida Sita Dewi, dll.
EKSISTENSI GRUP MUSIK KLA PROJECT
Berawal pada tahun 1988, di daerah Tebet- Jakarta Selatan, sekelompok anak muda ini mengawali eksistensi di blantika musik
Nama dan Logo KLa - huruf 'K', 'L' ditulis dengan huruf kapital dan 'a' dengan huruf kecil, mengandung arti inisial panggilan dari anggota personil grup ini. K = Katon (Katon Bagaskara), L = Lilo (Romulo Radjadin), dan a = Adi (Adi Adrian). Pada 'a' dengan huruf yang kecil karena dalam sejarah Ari Burhani (Ari) pernah bergabung dalam grup ini. PROJECT sendiri mempunyai arti bahwa grup ini terbuka untuk vokalis, musisi lain dan programmer yang mendukung garapan KLa Project sendiri. Secara keseluruhan Logo KLa PROJECT dilatari dengan trapesium.
Sampai saat ini mereka hanya bertiga yang masih bermain musik. Dalam konser mereka banyak dukungan baik dari musisi dalam dan musisi luar negeri. Lagu dan Album - Lagu yang dibawakan oleh kelompok musik KLa Project ini bertemakan tentang cinta, lingkungan sekitar, dan kecintaan terhadap tanah air. Bisa dilihat dalam lagunya yang berjudul,
KLa Project (1989), ini adalah album pertama mereka. "Tentang kita", lagu yang pernah hits yang dirilis pada tahun 1988 bercerita tentang hubungan seorang pria dan wanita. Dalam garapannya mereka dibantu oleh Fransisca Insani (Sisca) sebagai vokalis wanita. Penampilan terakhir mereka secara bersama pada saat acara 1 Jam Bersama KLa Project di Indosiar, tgl. 23 Februari 1999, Yang di siarkan secara 'Live' dari studio Indosiar. Mereka seakan bernostalgi kembali dalam alunan irama yang mereka bawakan, Tentang Kita ....
KLa "Kedua" Project (1990). Album yang mendapatkan penghargaan BASF Award pada tahun 1991 untuk Album Terlaris dalam kategori "Techno Pop". Lagu hitsnya adalah "Yogyakarta", adalah sebuah nama
Pasir Putih (1991). Dengan lagu hits, "Tak Bisa ke Lain Hati" yang mendapatkan penghargaan sebagai lagu paling popular untuk kategori Pop Kontemporer. Dan disinilah kita dapat mengenal KLa Project lebih akrab dan peduli dengan lingkungan sekitar, Pantai Pasir Putih. Dan nama ini dijadikan judul dari Album mereka kali ini.
Ungu (1994) adalah album pertama tanpa Ari. Dengan lagu hits "Terpurukku di sini". keunikan mereka dalam bermusik terlihat lebih matang dalam lagu ini. Kemurungan dalam lagu ini tersamar oleh intro yang dibawakan oleh David Rockefeller dengan alat musik muted horn. Lengkingan terompet yang berakhir nada tinggi sebagai simbol sebuah jeritan dan tangisan hati, ditata sebagai antiklimaks yang kemudian diisi suara vokal dengan nada rendah.
V (1995) adalah album kelima dengan lagu hits "Romansa". KLaKustik - Ini adalah satu sejarah dalam dunia musik
KLakustik # 1 (1996) adalah album keenam yang direkam secara live di Gedung Kesenian Jakarta, 11 Maret 1996, yang membawakan hampir semua lagu yang pernah mereka buat hanya saja garapan kali ini dengan sentuhan musik unplugged. Adapun lagu baru yang mereka bawakan adalah "Gerimis" dan "Salamku Sahabat".
KLakustik # 2 (1996) merupakan kelanjutan album KLakustik pertama pertama.
Sintesa (1998), adalah album ke-7 yang menjadi barometer musik di
KLaSIK (1999) Album ke-8. Dalam Proses album kali ini, mereka lebih terbuka dan kompromi dalam meramu Album untuk disuguhkan ke khalayak pendengar (KLanis). Terlihat dari awal proses pembuatan lagu, lirik dan konsep yang mereka jaga sebagai kunci meledaknya Album ini. Detik-detik yang ditunggu KLanis dan bakal penggemar baru adalah sebuah bukti bahwa karya KLa Project bukan hal yang biasa.
Minggu, 04 Januari 2009
Awal keberadaan Industri Tauco di Cianjur
Awal makanan tauco di Cianjur diperkirakan pada tahu 1880. Waktu itu, Tan Ken Yan untuk pertama kalinya mencetuskan ide pendirian industri tauco. Ide ini didasarkan pada tingginya minat masyarakat terhadap makanan tauco dan tauco sering digunakan masyarakat sebagai penyedap dalam masakan daging, ikan, sayuran, serta sambal (Wawancara dengan Wirijati Tasma, 27 November 2008). Industri tauco pertama di Cianjur adalah Industri Tauco Cap Meong yang didirikan oleh Tan Ken Yan tahun 1880. Pendirian industri ini didasarkan pada tingginya minat pasar terhadap makanan tauco serta menjaga warisan leluhur.
Selama berdirinya, tauco Cap Meong terkenal akan kelezatan dan kualitasnya. Agar tauco ini tidak punah, Tan Ken Yan mewariskan tata cara pembuatan tauco kepada putrinya Tasma dan suaminya Babah Tasma. Penamaan meong sendiri mulai digunakan tahun 1935. Istilah meong sendiri berasal dari ditemukannya tapak kaki meong yang diyakini sebagai peliharaan Eyang Suryakencana seorang leluhur Cianjur. Setelah bercerai, Tasma melanjutkan usaha tauco Cap Meong dan Babah Tasma mendirikan industri tauco Cap Gedong. Tak lama kemudian berdiri industri tauco lainnya, seperti industri tauco cap Singa, Gajah, dan Kucing (Wawancara dengan Wirijati Tasma, 27 November 2008).
Kurang mantapnya stabilitas ekonomi pada masa kemerdekaan dan sneering, menyebabkan beberapa industri tauco mengalami gulung tikar. Dari sekian industri tauco yang ada, hanya industri tauco Cap Meong yang mampu bertahan. Sementara industri tauco lainnya mengalami gulung tikar, karena kualitas produk yang kurang begitu bagus dan tidak ada anggota keluarga yang meneruskan usaha tauco ini. Industri tauco Cap Meong mampu bertahan karena ditunjang oleh kualitas produk yang sangat bagus dan ada anggota keluarga yang meneruskan dari usaha ini.
Memasuki tahun 1960, berdiri industri Tauco Cap Biruang untuk mengikuti kesuksesan yang diperoleh industri tauco Cap Meong. Setelah itu, muncul industri tauco lainnya seperti industri tauco Cap Harimau, Macan Tutul dan tauco Djajuli Putra (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008). Namun sangat disayangkan penulis tidak dapat memperoleh data mengenai jumlah industri tauco yang berdiri pada saat itu. Dari industri-industri tersebut, Industri Tauco Cap Meong, Cap Biruang, dan Djajuli Putra yang terkenal akan rasa dan kelezatannya (Sasmito, 1993: 10).
Warisan dari Negeri Seberang
Interaksi masyarakat Nusantara, khususnya Jawa, dengan bangsa Cina terjadi sejak awal abad pertama Masehi. Dalam perjalanan sejarah, interaksi yang berlangsung selama berabad-abad menyebabkan sejumlah budaya Cina meresap dalam kebudayaan dan kehidupan sehari-hari orang Jawa. Tak pelak, masyarakat Cina memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan budaya di Jawa. Bahkan, sejumlah identitas budaya yang saat ini dikenal menunjukkan kekhasan satu kelompok masyarakat Jawa, awalnya adalah milik orang Cina.
Mari kita tengok Pulau Madura. Apa yang khas dari sana? Mendengar kata Madura, terlintas di benak kita sosok lelaki berkumis tebal mengenakan celana gombrong berwarna hitam dan baju tanpa krah yang berwarna sama. Pakaian itu sekarang ini menjadi identitas orang Madura. Apakah orang Madura memang sengaja menciptakan pakaian itu? Pakaian itu adalah pakaian orang Kanton. Orang Cina mempekernalkannya ke tanah Jawa.
Masyarakat Nusantara, sebelumnya, tidak memiliki tradisi pakaian yang dijahit. Relief-relief pada kaki candi-candi Hindu-Jawa termasuk pada candi dari zaman Majapahit membuktikan bahwa manusia dari kedua zaman itu hanya mengenal kain lipat (selubung).
Pakaian pas hasil jahitan muncul di Nusantara pada abad ke-15 sampai 16 seiring dengan arus perdagangan bangsa Cina yang membawa kelengkapan wajib dalam membuat pakaian jahit, yaitu jarum dan benang.
Selanjutnya, tradisi berpakaian tidak bisa dilepaskan dengan tradisi menyetrika. Kata setrika dalam bahasa Indonesia untuk menyebut kegiatan menggosok pakaian dengan lempengan besi panas untuk menghaluskan pakaian berasal dari bahasa Belanda strijken. Namun, apakah tradisi ini pertama kali dibawa oleh bangsa Belanda?
Sejarawan Prancis terkemuka Prof. Dr . Denys Lombard dalam bukunya "Nusa Jawa: Silang Budaya", menelusuri, tradisi menyetrika diperkenalkan ke bumi ini oleh masyarakat Cina. Sebelum kata setrika populer digunakan, orang Melayu menyebutnya utau. Kata ini dapat dilihat pada kamus A Malay-English Dictionary Romanised karangan R. J. Wilkinson. Kata utau berasal dari bahasa Cina yuntou. Menurut Lombard, ini menunjukkan bahwa orang Melayu mengenal tradisi yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sekarang ini dari orang Cina.
KH:
Kata UTAU itu berasal dari bahasa Hokkian. Dalam bahasa Hokkian setrika disebut: UT TAO (熨斗)
Selanjutnya, di luar urusan pakaian, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Pada zaman Soeharto, Indonesia sukses sebagai negara swasembada beras, bahkan mampu menjual beras ke negara-negara lain. Bila kita pergi ke desa, indah rasanya melihat deretan tanaman padi yang menguning dan berbaris rapi. Memandang hamparan sawah yang subur, nampaknya kita juga pantas mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Cina abad ke 19.
Bangsa Cina memang bukan pemegang monopoli dalam urusan makanan pokok orang Indonesia ini. Namun, mereka memainkan peran penting dalam menggerakkan dan mendorong bangsa Jawa serta memperkenalkan teknik-teknik pertanian. Umumnya, produk pertanian dari daerah Batavia berasal dari negeri Cina. Pada zaman kolonialisme Belanda di abad ke 17, usaha-usaha pertanian banyak dipegang oleh masyarakat Cina. Orang-orang Jawa diangkat menjadi pekerja untuk mengolah tanah.
Orang-orang Tionghoa di Banten dibawah pimpinan Souw Beng Kong mengajarkan petani-petani setempat untuk menanam padi di sawah-sawah berpetak dengan menggunakan pematang dan membajak serta mengairinya. Sebelumnya, para petani tersebut hanya menanam padi di ladang. Hasilnya jauh lebih sedikit ketimbang menanam padi dengan cara baru ini.
Selain mengajari teknik menanam, Lombard menelusuri, tahun 1750 orang-orang Cina memperkenalkan alat penyosoh padi dengan menggunakan dua tiga ekor sapi. Dengan alat ini, petani dapat mengolah 500 ton padi sehari. Sebelumnya, sistem tradisional, menumbuk dalam lesung, cuma menghasilkan 100 ton padi sehari.
Lebih jauh, tanaman lain yang pantas disebut berkaitan dengan peran orang Cina adalah tanaman sumber protein yaitu kacang hijau. Kacang hijau dibawa dan dibudidayakan oleh masyarakat Cina petani bersamaan dengan kacang tanah. Sampai sekarang produk olahan kacang hijau masih menggunakan nama Cina: tauge (kecambah), tahu, taoci (yang digunakan sebagai bumbu). Salah satu stereotip makanan khas Indonesia yaitu tahu yang diolah dari kacang kedelai, aha!, bercikal-bakal dari negeri seberang. Orang Cina sepertinya tidak memiliki ikatan lagi ketika kita menyebut makanan tahu.
KH:
Tahu dan taoco dibuat dari kacang kedelai.
Bangsa Cina memang dikenal luas dalam hal selera makanannya. Kepopuleran masakan Cina di Indonesia tampaknya hanya diungguli oleh masakan Padang. Dalam banyak hal, sejumlah makanan Cina telah melebur menjadi identitas Indonesia.
Di Jakarta, rasanya tidak ada satu pun gang yang tidak dilewati oleh tukang bakso. Menjajakan bakso menjadi salah satu identitas profesi yang khas bagi masyarakat urban Jakarta. Makanan yang terdiri dari campuran mie dan bulatan daging giling dicampur tepung dan berkuah itu asalnya dari Cina. Semua makanan di Indonesia yang menggunakan bahan pokok mie berasal dari Cina. Namun sekarang, ada bakso yang dikenalkan sebagai bakso khas Wonogiri.
KH:
Dalam bahasa Indonesia banyak nama makanan yang berasal dari bahasa Hokkian. Sebagian orang bahkan tidak menyadari bahwa banyak makanan2 yang menjadi trade mark suatu daerah di Indonesia ternyata berasal dari bahasa Hokkian.
Indonesia Hokkian [contoh makanan 'lokal']
bakso baq so (肉酥) [Bakso Tenis]
bakwan baq wan (肉圓) [Bakwan Malang]
bakmi baq mi (肉麵) [Bakmi Jawa]
bakcang baq cang (肉粽)
bakpao baq pao (肉包) [Bakpao Medan]
bakpia baq pnia (肉餅) [Bakpia Patok]
tahu tao hu (豆è…) [Tahu Sumedang]
taoge/toge tao ge (豆芽) [Toge Goreng Bogor]
tauco tao cnio (豆醬) [Tauco Cianjur]
mie mi (麵)
bihun bi hun (米粉)
kwetiauw kue tiao (æžœæ¢) [Kwetiauw Sapi Pontianak]
siomay sio mai(燒賣) [Siomay Bandung]
moci mua ci (麻薯) [Moci Sukabumi]
kue kue (粿)
hunkwe hun kue (粉粿)
ebi hebi (è¦ç±³)
teh te (茶) [Teh botol]
Demikian halnya dengan soto. Makanan yang asalnya juga khas Cina ini telah menjadi bagian dari makanan masyarakat Indonesia. Dengan menyesuaikan olahan bumbu agar pas dengan lidah orang Indonesia, lahirlah kemudian Soto Semarang, Soto Kudus, Soto Madura, Soto Bangkong, dan sebagainya.
Daftar warisan bangsa Cina dalam lapisan kebudayaan Indonesia, khususnya Jawa, masih demikian panjang untuk diuraikan. Mulai dari tanaman, pengolahan tebu, gula, arsitektur, sampai sejumlah ritual keagamaan dan kebiasaan sehari-hari yang menyusup demikian halus.
Sebut saja yang terakhir, kalau kita mengunjungi mesjid-mesjid di negara-negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, kita tidak aka menemukan bedug yang menandakan azan lima waktu. Demikian pula, kita tidak akan menemukan model pesantren seperti yang terdapat di Jawa.
Pula halnya dengan tradisi bulan puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Hanya di Indonesia orang menyalakan petasan selama masa itu. Ketiga hal tersebut jelas sangat dipengaruhi oleh budaya Tiongkok. (Heru Margianto)